Cat-1

Cat-2

Cat-3

Cat-4

Februari 2014

Naskah Teks Proklamasi Yang Asli


Berikut Kutipan dari Teks Proklamasi Asli Yang Ditulis Oleh Bung Karno:


Proklamasi

Kami bangsa Indonesia dengan ini menjatakan kemerdekaan Indonesia.
Hal-hal jang mengenai pemindahan kekoeasaan d.l.l., diselenggarakan

dengan tjara saksama dan dalam tempoh jang sesingkat-singkatnja.

Djakarta, 17 - 8 - 45
Wakil2 Bangsa Indonesia.




Adapun Makna Proklamasi Kemerdekaan Bagi Bangsa Indonesia Yaitu :

  1. Jika kita lihat dari sudut pandang hukum, proklamasi merupakan sebuah pernyataan yang berisi tentang keputusan Negara Indonesia untuk membuat atau menetapkan aturan hukum nasional Indonesia dan menghapus arturan hukum kolonial.
  2. Jika dilihat dari sudut pandang politik ideologis, proklamasi merupakan sebuah pernyataan negara Indonesia yang melepaskan diri dari penjajahan dan membuat atau membentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia yang merdeka,bebas, dan berdaulat.
  3. Proklamasi juga merupakan puncak dari perjuangan bangsa Indonesia dalam mencapai dan memperjuangkan kemerdekaan.
  4. Proklamasi juga menjadi sebuah alat hukum internasional untuk menyatakan kepada seluruh rakyat indonesia dan seluruh dunia, bahwa Indonesia dapat mengambil nasibnya ke dalam tangannya sendiri untuk memegang seluruh hak kemerdekaan.
  5. Proklamasi merupakan sebuah lampu mercusuar yang selalu menunjukkan jalannya sebuah sejarah, memberikan inspirasi, dan banyak motivasi motivasi dari perjalanan bangsa Indonesia di segala keadaan.

 
Foto : Idik Sulaeman
Idik Sulaeman memulai kariernya di Balai Penelitian Tekstil (1960-1964). Pada 1 Februari 1965 ia diangkat menjadi Kepala Biro Menteri Perindustrian dan Kerajinan yang saat itu dijabat Mayjen TNI dr. Azis Saleh.
Dunia seni dan tekstil harus ditinggalkannya karena pindah kerja ke Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (Depdikbud), sebagai Kepala Dinas Pengembangan dan Latihan pada 1 Desember 1967. Saat inilah, ia banyak membantu Husein Mutahar dalam mewujudkan gagasannya membentuk Paskibraka.
Bersama dengan para pembina lainnya, Idik membantu Mutahar menyempurnakan konsep pembinaan Paskibraka. Pasukan yang pada tahun 1966 dan 1967 diberi nama Pasukan Pengerek Bendera Pusaka, pada tahun 1973 mendapat nama baru yang dilontarkan oleh Idik. Nama itu adalah PASKIBRAKA, yang merupakan akronim dengan kepanjangan PASuKan PengIBar BendeRA PusaKA.
Selain memberi nama, Idik juga menyempurnakan wujud Paskibraka dengan menciptakan Seragam Paskibraka, Lambang Korps, Lambang Anggota, serta Tanda Pengukuhan berupa Lencana Merah-Putih Garuda (MPG) dan Kendit Kecakapan.
Pada 30 Juni 1975, ia diangkat menjadi Kepala Sub Direktorat (Kasubdit) Pembinaan Kegiatan di Direktorat Pembinaan Generasi Muda (Ditbinmud). Pada 9 Maret 1977, ia mencapai posisi puncak di Ditbinmud setelah ditunjuk sebagai Pelaksana Harian Direktur Pembinaan Generasi Muda, Direktorat Jenderal Pendidikan Luar Sekolah dan Olahraga (Ditjen PLSOR). Tiga tahun penuh ia benar-benar menjadi ”komandan” dalam latihan Paskibraka, yakni Paskibraka 1977, 1978 dan 1979.
Pada 24 November 1979, Idik ditarik ke Ditjen Pendidikan Dasar dan Menengah Dikdasmen) dan menjabat Direktur Pembinaan Kesiswaan sampai 15 November 1983. Selama empat tahun itu, dengan latar belakang pendidikan seni rupa dan pengalaman kerja di bidang tekstil, Idik mencatat sejarah dalam penciptaan seragam sekolah yang kita kenal sampai sekarang: SD putih-merah, SMP putih-biru dan SMA putih-abu-abu, lengkap dengan lambang sekolah dasar (SD) dan OSIS yang kini selalu melekat di saku kiri seragam sekolah.
Namun kini beliau telah wafat pada hari 3 hari yang lalu tepatnya tanggal 4 April 2013 pada pukul 08.45 WIB di RS Siloam karena stroke. Meninggalkan sang istri Aisah Martalogawa dan tiga orang anak, yakni Ir. Ars Isandra Matin Ahmad (yang beristrikan Ir.ars Retno Audite), Isantia Dita Asiah (yang bersuamikan Drs. Mohammad Imam Hidayat), dan Dra Isanilda Dea Latifah yang bersuamikan Ari Reza Iskandar). Dari ketiganya, Idik memiliki enam orang cucu, masing-masing 3 cucu laki-laki dan 3 cucu perempuan.
Bagi kalian yang tidak tahu atau lupa arti lambang OSIS dan PASKIBRAKA, coba baca keterangan di bawah seperti dikutip dari danish56.blogspot.com:
Bunga bintang sudut lima dan lima kelopak daun bunga
Generasi muda adalah bunga harapan bangsa dengan bentuk bintang sudut lima menunjukkan kemurnian jiwa siswa yang berintikan Pancasila. Para siswa berdaya upaya melalui lima jalan dengan kesungguhan hati, agar menjadi warga negara yang baik dan berguna. Kelima jalan tersebut dilukiskan dalam bentuk lima kelopak daun bunga, yaitu: abdi, adab, ajar, aktif, dan amal.
Buku terbuka
Belajar keras menuntut ilmu pengetahuan dan teknologi, merupakan sumbangsih siswa terhadap pembangunan bangsa dan negara.
Kunci pas
Kemauan bekerja keras akan menumbuhkan rasa percaya pada kemampuan diri dan bebas dari ketergantungan pada belas kasihan orang lain, menyebabkan siswa berani mandiri. Kunci pas adalah alat kerja yang dapat membuka semua permasalahan dan kunci pemecahan dari segala kesulitan.
Tangan terbuka
Kesediaan menolong orang lain yang lemah sesama siswa dan masyarakat yang memerlukan bantuan dan pertolongan, yang menunjukkan adanya sikap mental siswa yang baik dan bertanggung jawab.
Biduk
Biduk / perahu, yang melaju di lautan hidup menuju masa depan yang lebih baik, yaitu tujuan nasional yang dicita – citakan.
Pelangi merah putih
Tujuan nasional yang dicita–citakan adalah masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila, yaitu Negara Kesatuan Republik Indonesia yang sejahtera baik material maupun spiritual.
Tujuh belas butir padi, delapan lipatan pita, empat buah kapas, lima daun kapas
Pada tanggal 17 Agustus 1945 adalah peristiwa penegakan jembatan emas kemerdekaan Indonesia mengandung nilai–nilai perjuangan ’45 yang harus dihayati para siswa sebagai kader penerus perjuangan bangsa dan pembangunan nasional. Kemerdekaan yang telah ditebus dengan mahal perlu diisi dengan partisipasi penuh para siswa.
Warna kuning
Sebagai dasar lambang yaitu warna kehormatan/agung. Suatu kehormatan bila generasi muda diberi kepercayaan untuk berbuat baik dan bermanfaat melalui organisasi, untuk kepentingan dirinya dan sesama mereka, sebagai salah satu sumbangsih nyata kepada tanah air, bangsa dan negara.
Warna coklat
dapat berarti sifat kedewasaan dan sikap rela berkorban bagi tanah air.
Warna merah putih
Warna kebangsaan Indonesia yang menggambarkan hati yang suci dan berani membela kebenaran.

Lambang dari organisasi PASKIBRAKA adalah bunga teratai
Tiga helai daun yang tumbuh ke atas: artinya paskibra harus belajar, bekerja, dan berbakti
Tiga helai daun yang tumbuh mendatar/samping: artinya seorang pakibra harus aktif, disiplin, dan bergembira
Istilah yang digunakan dari tahun 1967 sampai tahun 1972 masih “Pasukan Pengerek Bendera Pusaka”. Barulah pada tahun 1973, Idik Sulaeman melontarkan suatu nama untuk Pengibar Bendera Pusaka dengan sebutan PASKIBRAKA. PAS berasal dari PASukan, KIB berasal dari KIBar mengandung pengertian pengibar, RA berarti bendeRA dan KA berarti PusaKA. Mulai saat itu, anggota pengibar bendera pusaka disebut Paskibraka.
Riwayat Hidup H. Idik Sulaeman Nataatmadja, AT
Lahir: Kuningan, Jawa Barat, 20 Juli 1933
Pendidikan:
Sekolah Rakyat di Tasikmalaya
SMP Tasikmalaya dan Purwakarta
SMA Boedi Oetomo Jakarta
Fakultas Seni Rupa dan Desain Institut Teknologi Bandung, 1954-1960
Istri: Aisah Martalogawa
Anak:
Isandra Matin ahmad
Isantia Dita Aslah
Isanilda Dea Latifah
Pekerjaan:
Desainer tekstil di Balai Penelitian Tekstil Bandung, 1960-1964
Kepala Biro Menteri Perindustrian dan Kerajinan, 1965-1967
Kepala Dinas Pengembangan dan Latihan Direktorat Jenderal Urusan Pemuda dan Pramuka Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1967-1975
Kepala Sub Direktorat Pembinaan dan Pelatihan, 1975-1977
Pelaksana Harian Direktur Pembinaan Generasi Muda Direktorat Jenderal
Pendidikan Luar Sekolah dan Olahraga, 1977-1979
Direktur Pembinaan Kesiswaan Ditjen Pebinaan Dasar dan Menengah, 1979-1983
Dosen Fakultas Teknik Universitas Trisakti , 1985-2003
Pembantu Rektor III Universitas Trisakti, 1989
Riwayat kepanduan:
Pandu perintis di Pandu Rakyat tasikmalaya, 1946
Pandu pawang di Purwakarta, 1950
Pandu penuntun di Jakarta
Andalan Nasional Pengurus Himpunan Pandu dan Pramuka Werda, 1998
Penghargaan:
Wibawa Seroja Nusantara
Bintang Jasa Pratama Karya Satya XXX





Siapa yang tidak mengenal Fatmawati Soekarno, beliau merupakan Ibu Negara Pertama dari Presiden Pertama Indonesia yaitu Presiden Soekarno dan juga dikenal sebagai penjahit bendera pusaka yang dikibarkan pada saat proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945. Fatmawati Soekarno lahir pada hari Senin, 5 Pebruari 1923 Pukul 12.00 Siang di Kota Bengkulu, sebagai putri tunggal keluarga H. Hassan Din dan Siti Chadidjah. Masa kecil Fatmawati penuh tantangan dan kesulitan, akibat sistem kolonialisme yang dijalankan oleh Pemerintah Hindia Belanda. Ayahandanya, Hassan Din semula adalah pegawai perusahaan Belanda, Bersomij di Bengkulu. Tetapi karena tidak mau meninggalkan kegiatannya sebagai anggota Muhammadiyah, ia kemudian keluar dari perusahaan itu. Setelah itu, Hassan Din sering berganti usaha dan berpindah ke sejumlah kota di kawasan Sumatera Bagian Selatan.


Tidak banyak diketahui orang bahwa sebenarnya Fatmawati merupakan keturunan dari Kerajaan Indrapura Mukomuko. Sang ayah Hassan Din adalah keturunan ke-6 dari Kerajaan Putri Bunga Melur. Putri Bunga Melur bila diartikan adalah putri yang cantik, sederhana, bijaksana. Tak heran bila Fatmawati mempunyai sifat bijaksana dan mengayomi. Jalinan cinta antara Bung Karno dan Fatmawti pada awalnya membutuhkan perjuangan yang sangat berat. Demi memperoleh Fatmawati yang begitu dicintainya Bung Karno dengan perasaan yang sangat berat terpaksa harus merelakan kepergian Bu Inggit, sosok wanita yang begitu tegar dan tulusnya mendampingi Bung Karno dalam perjuangan mencapai Indonesia Merdeka. Pahit getir sebagai orang buangan (tahanan Belanda) sering dilalui Bung Karno bersama Bu Inggit. Namun sejarah berkata lain. Perjalanan waktu berkehendak lain, kehadiran Fatmawati diantara Bung Karno dan Bu Inggit telah merubah segalanya.

Biografi Fatmawati Soekarno
Pada tahun 1943 Bung Karno menikahi Fatmawati, dan oleh karena Fatmawati masih berada di Bengkulu, sementara Bung Karno sibuk dengan kegiatannya di Jakarta sebagai pemimpin Pusat Tenaga Rakyat (Putera), pernikahan itu dilakukan dengan wakil salah seorang kerabat Bung Karno, Opseter Sardjono. Pada 1 Juni 1943, Fatmawati dengan diantar orang tuanya berangkat ke Jakarta, melalaui jalan darat, sejak itu Fatmawati mendampingi Bung Karno dalam perjuangan mencapai kemerdekaan Indonesia. Perjalanan sepasang merpati penuh cinta ini, akhirnya dikaruniai lima orang putra-putri: Guntur, Mega, Rachma, Sukma, dan Guruh. Belum genap mereka mengarungi bahtera rumah tangga, Sukarno tak kuasa menahan gejolak cintanya kepada wanita lain bernama Hartini. Inilah salah satu pangkal sebab terjadinya perpisahan yang dramatis antara Sukarno dan Fatmawati.

Hari Jumat di bulan Ramadhan, pukul 05.00 pagi, fajar 17 Agustus 1945 memancar di ufuk timur kala, embun pagi masih menggelantung di tepian daun, para pemimpin bangsa dan para tokoh pemuda keluar dari rumah Laksamana Maeda, dengan diliputi kebanggaan setelah merumuskan teks Proklamasi hingga dinihari. Mereka, telah sepakat untuk memproklamasikan kemerdekaan bangsa Indonesia hari itu di rumah Soekarno, Jalan Pegangsaan Timur No. 56 Jakarta, pada pukul 10.00 pagi. Tepat pukul 10.00, dengan suara mantap dan jelas, Soekarno membacakan teks proklamasi, pekik Merdeka pun berkumandang dimana-mana dan akhirnya mampu mengabarkan Kemerdekaan Indonesia ke seluruh dunia.

Kalau ada yang bertanya, apa peran perempuan menjelang detik-detik proklamasi kemerdekaan? Tentu kita akan teringat dengan sosok Fatmawati, istri Bung Karno. Dialah yang menjahit bendera Sang Saka Merah Putih. Setelah itu, ada seorang pemudi Trimurti yang membawa nampan dan menyerahkan bendera pusaka kepada Latief Hendraningrat dan Soehoed untuk dikibarkan. Dan, semua hadirin mengumandangkan lagu Indonesia Raya di Jalan Pegangsaan Timur 56 Jakarta. Pada hari itu, Ibu Fatmawati ikut dalam upacara tersebut dan menjadi pelaku sejarah Kemerdekaan Indonesia.

Salah satu butir keputusan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) dalam sidangnya tanggal 19 Agustus 1945 adalah memilih Bung Karno dan Moh. Hatta sebagai Presiden dan Wakil Presiden Pertama Republik Indonesia. Pada tanggal 4 Januari 1946 pusat pemerintahan Indonesia dipindahkan ke Yogyakarta karena keadaan Jakarta dirasakan makin tidak aman, menyusul hadirnya tentara NICA yang membonceng kedatangan tentara sekutu.
 
Ibu Fatmawai dan Bung Karno tidak pernah merayakan ulang tahun perkawinan, Jangankan kawin perak atau kawin emas, ulang tahun pernikahan ke-1, ke-2 atau ke-3 saja tidak pernah. Sebabnya tak lain karena keduanya tidak pernah ingat kapan menikah. Ini bisa dimaklumi karena saat berlangsungnya pernikahan, zaman sedang dibalut perang. Saat itu Perang Dunia II sedang berkecamuk dan Jepang baru datang untuk menjajah Indonesia.

"Kami tidak pernah merayakan pernikahan perak atau pernikahan emas. Sebab kami anggap itu soal remeh, sedangkan kami selalu dihadapkan pada persoalan-persoalan besar yang hebat dan dahsyat," begitu cerita Ibu Fatmawati di buku Bung Karno Masa Muda, terbitan Pustaka Antar Kota, 1978.

Kehidupan pernikahan Bung Karno dan Fatmawati memang penuh dengan gejolak perjuangan. Dua tahun setelah keduanya menikah, Indonesia mencapai kemerdekaan. Tetapi ini belum selesai, justru saat itu perjuangan fisik mencapai puncaknya. Bung Karno pastinya terlibat dalam setiap momen-momen penting perjuangan bangsa. Pasangan ini melahirkan putra pertamanya yaitu Guntur Soekarnoputra. Guntur lahir pada saat Bung Karno sudah berusia 42 tahun. Berikutnya lahir Megawati, Rachmawati, Sukmawati, dan Guruh. Putra-putri Bung Karno dikenal memiliki bakat kesenian tinggi. Hal itu tak aneh mengingat Bung Karno adalah sosok pengagum karya seni, sementara Ibu Fatmawati sangat pandai menari.

Biografi Fatmawati Soekarno

Di kota gudeg itu, Ibu Fatmawati mendapatkan banyak simpati, karena sikapnya yang ramah dan mudah bergaul dengan berbagai lapisan masyarakat. Sebagai seorang Ibu Negara, Ibu Fatmawati kerap mendampingi Bung Karno dalam kunjungan ke berbagai wilayah Republik Indonesia untuk membangkitkan semangat perlawanan rakyat terhadap Belanda dan mengikuti kunjungan Presiden Soekarno ke berbagai Negara sahabat. Peran serta wanita dalam pembangunan telah ditunjukkan Ibu Fatmawati, beliau sering melakukan kegiatan social, seperti aktif melakukan pemberantasan buta huruf, mendorong kegiatan kaum perempuan, baik dalam pendidikan maupun ekonomi. Pada tahun 14 Mei 1980 ia meninggal dunia karena serangan jantung ketika dalam perjalanan pulang umroh dari Mekah yang lalu dimakamkan di Karet Bivak, Jakarta. Kata-kata terakhir beliau sebelum meninggal waktu itu :
“Datang ke Mekah sudah menjadi pendaman cita-citaku. Saban hari aku melakukan zikir dan mengucapkan syahadat serta memohon supaya diberi kekuatan mendekat kepada Allah. Juga memohon supaya diberi oleh Tuhan, keberanian dan melanjutkan perjuangan fi sabilillah. Aku berdo’a untuk cita-cita seperti semula yaitu cita-cita Indonesia Merdeka. Jangan sampai terbang Indonesia Merdeka."
 
Rumah Sakit Fatmawati pada mulanya bernama Rumah Sakit Ibu Soekarno, terletak di Kelurahan Cilandak Barat, Kecamatan Cilandak, Wilayah Jakarta Selatan, Didirikan pada tahun 1954 oleh Ibu Fatmawati Soekarno. Semula direncanakan untuk dijadikan sebuah Sanatorium Penyakit Paru-paru bagi anak-anak. Pada tanggal 15 April 1961 penyelenggaraan dan pembiayaan rumah sakit diserahkan kepada Departemen Kesehatan sehingga tanggal tersebut ditetapkan sebagai hari jadi RS Fatmawati. Dalam perjalanan RS Fatmawati, tahun 1984 ditetapkan sebagai Pusat Rujukan Jakarta Selatan dan tahun 1994 ditetapkan sebagai RSU Kelas B Pendidikan.

Di Kota Bengkulu, sebagai kota kelahiran Ibu Fatmawati, Pemerintah Daerah beserta seluruh elemen memberikan apresiasi terhadap Ibu Fatmawati. Sebagai bentuk penghargaan dan sekaligus untuk mengenang Ibu Fatmawati, maka pada tanggal 14 Nopember 2001, Bandar Udara Padang Kemiling diubah menjadi Bandar Udara Fatmawati. Perubahan nama Bandar udara ini diresmikan oleh Presiden Republik Indonesia Megawati Soekarnoputri. Perjuangan Ibu Fatmawati selama masa sebelum kemerdekaan dan sesudah kemerdekaan diakui oleh Pemerintah Pusat, melalui Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 118/TK/2000 tanggal 4 Nopember 2000 oleh Presiden Abdurrahman Wahid, maka Pemerintah Republik Indonesia memberikan gelar Pahlawan Nasional kepada Ibu Fatmawati.





Raden Ajeng Kartini lahir pada 21 April tahun 1879 di kota Jepara, Jawa Tengah. Ia anak salah seorang bangsawan yang masih sangat taat pada adat istiadat. Setelah lulus dari Sekolah Dasar ia tidak diperbolehkan melanjutkan sekolah ke tingkat yang lebih tinggi oleh orangtuanya. Ia dipingit sambil menunggu waktu untuk dinikahkan. Kartini kecil sangat sedih dengan hal tersebut, ia ingin menentang tapi tak berani karena takut dianggap anak durhaka. Untuk menghilangkan kesedihannya, ia mengumpulkan buku-buku pelajaran dan buku ilmu pengetahuan lainnya yang kemudian dibacanya di taman rumah dengan ditemani Simbok (pembantunya).

Akhirnya membaca menjadi kegemarannya, tiada hari tanpa membaca. Semua buku, termasuk surat kabar dibacanya. Kalau ada kesulitan dalam memahami buku-buku dan surat kabar yang dibacanya, ia selalu menanyakan kepada Bapaknya. Melalui buku inilah, Kartini tertarik pada kemajuan berpikir wanita Eropa (Belanda, yang waktu itu masih menjajah Indonesia). Timbul keinginannya untuk memajukan wanita Indonesia. Wanita tidak hanya didapur tetapi juga harus mempunyai ilmu. Ia memulai dengan mengumpulkan teman-teman wanitanya untuk diajarkan tulis menulis dan ilmu pengetahuan lainnya. Ditengah kesibukannya ia tidak berhenti membaca dan juga menulis surat dengan teman-temannya yang berada di negeri Belanda. Tak berapa lama ia menulis surat pada Mr.J.H Abendanon. Ia memohon diberikan beasiswa untuk belajar di negeri Belanda.

Beasiswa yang didapatkannya tidak sempat dimanfaatkan Kartini karena ia dinikahkan oleh orang tuanya dengan Raden Adipati Joyodiningrat. Setelah menikah ia ikut suaminya ke daerah Rembang. Suaminya mengerti keinginan Kartini dan Kartini diberi kebebasan dan didukung mendirikan sekolah wanita di sebelah timur pintu gerbang kompleks kantor kabupaten Rembang, atau di sebuah bangunan yang kini digunakan sebagai Gedung Pramuka. Ketenarannya tidak membuat Kartini menjadi sombong, ia tetap santun, menghormati keluarga dan siapa saja, tidak membedakan antara yang miskin dan kaya.

Anak pertama dan sekaligus terakhirnya, Soesalit Djojoadhiningrat, lahir pada tanggal 13 September 1904. Beberapa hari kemudian, 17 September 1904, Kartini meninggal pada usia 25 tahun. Kartini dimakamkan di Desa Bulu, Kecamatan Bulu, Rembang.. Berkat kegigihannya Kartini, kemudian didirikan Sekolah Wanita oleh Yayasan Kartini di Semarang pada 1912, dan kemudian di Surabaya, Yogyakarta, Malang, Madiun, Cirebon dan daerah lainnya. Nama sekolah tersebut adalah "Sekolah Kartini". Yayasan Kartini ini didirikan oleh keluarga Van Deventer, seorang tokoh Politik Etis. Setelah Kartini wafat, Mr.J.H Abendanon memngumpulkan dan membukukan surat-surat yang pernah dikirimkan R.A Kartini pada para teman-temannya di Eropa. Buku itu diberi judul “DOOR DUISTERNIS TOT LICHT” yang artinya “Habis Gelap Terbitlah Terang”.

Saat ini mudah-mudahan di Indonesia akan terlahir kembali Kartini-kartini lain yang mau berjuang demi kepentingan orang banyak. Di era Kartini, akhir abad 19 sampai awal abad 20, wanita-wanita negeri ini belum memperoleh kebebasan dalam berbagai hal. Mereka belum diijinkan untuk memperoleh pendidikan yang
tinggi seperti pria bahkan belum diijinkan menentukan jodoh/suami sendiri, dan lain sebagainya.


Kartini yang merasa tidak bebas menentukan pilihan bahkan merasa tidak mempunyai pilihan sama sekali karena dilahirkan sebagai seorang wanita, juga selalu diperlakukan beda dengan saudara maupun teman-temannya yang pria, serta perasaan iri dengan kebebasan wanita-wanita Belanda, akhirnya menumbuhkan keinginan dan tekad di hatinya untuk mengubah kebiasan kurang baik itu. Presiden Soekarno mengeluarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia No.108 Tahun 1964, tanggal 2 Mei 1964, yang menetapkan Kartini sebagai Pahlawan Kemerdekaan Nasional sekaligus menetapkan hari lahir Kartini, tanggal 21 April, untuk diperingati setiap tahun sebagai hari besar yang kemudian dikenal sebagai Hari Kartini. Belakangan ini, penetapan tanggal kelahiran Kartini sebagai hari besar agak diperdebatkan. Dengan berbagai argumentasi, masing-masing pihak memberikan pendapat masing-masing. Masyarakat yang tidak begitu menyetujui, ada yang hanya tidak merayakan Hari Kartini namun merayakannya sekaligus dengan Hari Ibu pada tanggal 22 Desember.

Alasan mereka adalah agar tidak pilih kasih dengan pahlawan-pahlawan wanita Indonesia lainnya. Namun yang lebih ekstrim mengatakan, masih ada pahlawan wanita lain yang lebih hebat daripada RA Kartini. Menurut mereka, wilayah perjuangan Kartini itu hanyalah di Jepara dan Rembang saja, Kartini juga tidak pernah memanggul senjata melawan penjajah. Dan berbagai alasan lainnya. Sedangkan mereka yang pro malah mengatakan Kartini tidak hanya seorang tokoh emansipasi wanita yang mengangkat derajat kaum wanita Indonesia saja melainkan adalah tokoh nasional artinya, dengan ide dan gagasan pembaruannya tersebut dia telah berjuang untuk kepentingan bangsanya. Cara pikirnya sudah dalam skop nasional. Sekalipun Sumpah Pemuda belum dicetuskan waktu itu, tapi pikiran-pikirannya tidak terbatas pada daerah kelahiranya atau tanah Jawa saja. Kartini sudah mencapai kedewasaan berpikir nasional sehingga nasionalismenya sudah seperti yang dicetuskan oleh Sumpah Pemuda 1928.

Terlepas dari pro kontra tersebut, dalam sejarah bangsa ini kita banyak mengenal nama-nama pahlawan wanita kita seperti Cut Nya’ Dhien, Cut Mutiah, Nyi. Ageng Serang, Dewi Sartika, Nyi Ahmad Dahlan, Ny. Walandouw Maramis, Christina Martha Tiahohu, dan lainnya. Mereka berjuang di daerah, pada waktu, dan dengan cara yang berbeda. Ada yang berjuang di Aceh, Jawa, Maluku, Menado dan lainnya. Ada yang berjuang pada zaman penjajahan Belanda, pada zaman penjajahan Jepang, atau setelah kemerdekaan. Ada yang berjuang dengan mengangkat senjata, ada yang melalui pendidikan, ada yang melalui organisasi maupun cara lainnya. Mereka semua adalah pejuang-pejuang bangsa, pahlawan-pahlawan bangsa yang patut kita hormati dan teladani.

Raden Ajeng Kartini sendiri adalah pahlawan yang mengambil tempat tersendiri di hati kita dengan segala cita-cita, tekad, dan perbuatannya. Ide-ide besarnya telah mampu menggerakkan dan mengilhami perjuangan kaumnya dari kebodohan yang tidak disadari pada masa lalu. Dengan keberanian dan pengorbanan yang tulus, dia mampu menggugah kaumnya dari belenggu diskriminasi. Bagi wanita sendiri, dengan upaya awalnya itu kini kaum wanita di negeri ini telah menikmati apa yang disebut persamaan hak tersebut. Perjuangan memang belum berakhir, di era globalisasi ini masih banyak dirasakan penindasan dan perlakuan tidak adil terhadap perempuan.
Nama : Husein Mutahar


Lahir  : Semarang, 5 Agustus 1916
 

 


SEKOLAH :
 
  • ELS (Europese Lagere School) (SD Eropa 7 tahun), merangkap mengaji/membaca Al-Quran pada guru wanita, Encik Nur.
  • MULO (Meer Uitgebreid Lager Ondewwijs) atau SMP 3 tahun di Semarang, merangkap mengaji pada Kiai Saleh.
  • MS (Algemeen Midelbare School) atau SMA, jurusan Sastra Timur, khusus bahasa Melayu, di Yogyakarta.
  • Universitas Gajah Mada, Jurusan Hukum merangkap Jurusan Sastra Timur, khusus Jawa Kuno di Yogyakarta (sesudah 2 tahun drop out karena perjuangan).
  • Semua Kursus/Training Pemimpin Pandu di Indonesia dan di London.
  • Training School Diplomatic and Consulair Affairs di Nederland.
  • Training School Diplomatic and Consulair Affairs di kantor PBB (United Nation Organization/UNO), New York.
PEKERJAAN :
 
  • Guru Bahasa Belanda di SD swasta Islam di Pekalongan.
  • Wartawan berita kota, surat kabar Belanda "Het Noor­den" di Semarang, 1938.
  • Klerk di Cosultatie Bureau der Afdeling Nijverheid voor Noord Midden Java, Departement Ekonomische Zaken, 1939-1942.
  • Sekretaris Keizai Bucho (Kepala Bagian Ekonomi) Kantor Gubernur Jawa Tengah, 1943.
  • Pegawai Rikuyu Sokyoku (Jawatan Kereta Api Jawa Tengah Utara) di Semarang, 1943-1948.
  • Sekretaris Panglima Angkatan Laut Republik Indonesia, 1945-1946.
  • Ajudan III, kemudian Ajudan II Presiden Republik Indonesia, 1946-1948.
  • Pegawai Departemen Luar Negeri Republik Indonesia, 1969-1979.
  • Diperbantukan pada Departemen Pendidikan dan Kebu­dayaan sebagai Direktur Jenderal Urusan Pemuda dan Pra­muka (Dirjen Udaka) Departemen P&K, 1966-1968.
  • Diangkat menjadi Duta Besar Republik Indonesia pada Tahta Suci di Vatikan, 1969-1973.
  • Direktur Protokol Departemen Luar Negeri merangkap Protokol Negara, 1973-1974
  • InspekturJenderal Departemen Luar Negeri dan se­la­ma 16 bulan, merangkap Direktur Protokol dan Konsu­ler Departemen Luar Negeri, merangkap Kepala Protokol Negara, 1974.
  • Pensiun sebagai Pegawai Negeri Sipil, golongan IVe.
PERGERAKAN :
  • Pemimpin Pandu dan Pembina Pramuka, 1934-1969
  • Anggota Partai Politik, 1938-1942
  • Kepala Sekolah Musik di Semarang, se­bagai tempat penanaman, penye­bar­an, dan pengobaran semangat ke­bangsaan Indonesia, sebagai gerakan melawan penyebaran semangat Je­pang dan bungkus gerakan subversi lawan Jepang, 1942-1945
  • Anggota AMKRI (Angkatan Muda Ke­reta Api Indonesia) di Semarang, 1945.
  • Anggota BPRI (Badan Pemberontak Rakyat Indonesia) Jawa Tengah, 1945.
  • Anggota redaksi majalah ”Revolusi Pe­muda”, 1945-1946.
  • Gerilya, 1948-1949
  • Ikut mendirikan dan bergerak sebagai pemimpin Pandu serta kemudian menjadi anggota Kwartir Besar Or­ga­nisasi Persatuan dan Kesatuan Kepanduan Nasional Indonesia ”Pandu Rakyat Indonesia”, 28-12-1945 s.d. 20-5-1961.
  • Ikut mendirikan dan bergerak sebagai Pembina Pra­muka, duduk sebagai anggota Kwartir Nasional Ge­rak­an Pramuka dan Andalan Nasional Urusan Lati­h­an,1961-1969.
  • Sekretaris Jenderal Majelis Pembimbing Nasional Gerakan Pramuka, 1973-1978, dan anggota biasa, 1978-2004.
  • Alumni Penataran P-4 Tingkat Nasional XIX,1980.
  • Ketua Umum organisasi sosial di bidang pendidikan ”Parani Dharmabakti Indonesia” (PADI), 1987–2004.
  • Ketua Dewan Pengawas ”Yayasan Idayu”.
HOBI :
  • Seni Suara
  • Studi Agama Islam dan perbandingan agama-agama serta organisasi kerohanian, baik di dunia Timur maupun Barat.
KELUARGA : 
 
Tidak menikah, namun mempunyai 8 anak semang (6 laki-laki dan 2 perempuan). Sebagian merupakan ”se­rahan” dari ibu mereka yang janda atau bapak me­reka beberapa waktu sebelum meninggal dunia. Ada pula bapak/ibu yang sukarela menyerahkan anaknya untuk diakui sebagai anak sendiri. Semua sudah beru­mah tangga dan mempunyai 15 orang cucu (7 laki-laki dan 8 perempuan).

MENINGGAL DUNIA : 
 
Hari Rabu, 9 Juni 2004, pukul 16.30 WIB, dalam usia 87 ta­hun di Jln. Damai No.20 Cipete, Jakarta Selatan. Dima­kamkan di Taman Pemakaman Umum Jeruk Purut, Ja­kar­ta Selatan. Sebetulnya, beliau berhak dimakamkan di Taman Pahlawan Kalibata karena memiliki tanda kehormatan ”Mahaputera” atas jasa menyelamatkan bendera pusaka Merah Putih dan ”Bintang Gerilya” atas jasanya ikut perang gerilya tahun 1948-1949. Tetapi, beliau tidak mau, bahkan mengurus hal itu kepada pengacara dengan membuat surat wasiat.


 


Beliau dikenal sebagai negarawan ataupun sebagai tokoh pergerakan islam pada saat sebelum dan sesudah Indonesia Merdeka. Ia merupakan tokoh Indonesia yang paling sederhana sepanjang masa. Artikel kali ini akan mengangkat tentang biografi Mohammad Natsir yang merupakan salah satu Pahlawan Indonesia dan juga tokoh penting dalam sejarah bangsa Indonesia. Mohammad Natsir lahir di Alahan Panjang, Lembah Gumanti, kabupaten Solok, Sumatera Barat tepatnya pada tangga 17 Juli 1908 ia merupakan anak dari pasangan Mohammad Idris Sutan Saripado serta Khadijah. Ia mempunyai 3 orang saudara kandung, yang bernama Yukinan, Rubiah, serta Yohanusun. Jabatan ayahnya yaitu pegawai pemerintahan di Alahan Panjang, sedang kakeknya adalah seorang ulama. Ia nantinya akan menjadi pemangku kebiasaan atau adat untuk kaumnya yang berasal Maninjau, Tanjung Raya, Agam dengan gelar Datuk Sinaro nan Panjang.

Natsir mulai mengenyam pendidikan selama dua tahun di Sekolah Rakyat Maninjau, kemudian ke Hollandsch-Inlandsche School (HIS) di Padang. Selama beberapa bulan bersekolah disana ia kemudian pindah ke Solok dan dititipkan dirumah saudagar yang bernama Haji Musa. Tak hanya belajar di HIS di Solok pada siang hari, ia juga belajar pengetahuan agama Islam di Madrasah Diniyah saat malam hari. Ia kemudian pindah setelah tiga tahun ke HIS di Padang bersama-sama kakaknya. Kemudian tahun 1923, ia meneruskan pendidikannya di Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO) lalu kemudian ia pubn bergabung dengan perhimpunan-perhimpunan pemuda seperti Pandu Nationale Islamietische Pavinderij serta Jong Islamieten Bond. Sesudah lulus dari MULO, ia selanjutnya pindah ke Bandung untuk belajar di Algemeene Middelbare School (AMS) sampai tamat pada tahun 1930. Di tahun 1928 hingga 1932, ia kemudian menjadi ketua Jong Islamieten Bond (JIB) Bandung. Ia juga jadi pengajar setelah menerima pelatihan sebagai guru selama dua tahun di perguruan tinggi. Ia yang sudah memperoleh pendidikan Islam di Sumatera Barat pada mulanya juga memperdalam pengetahuan agamanya di Bandung, termasuk juga dalam bidang tafsir Al-Qur'an, hukum Islam, serta dialektika. Kemudian di tahun 1932, Natsir berguru pada Ahmad Hassan, yang nantinya akan menjadi tokoh organisasi Islam Persatuan Islam.

Mohammad Natsir banyak bergaul dengan pemikir-pemikir Islam, seperti Agus Salim, sepanjang pertengahan 1930-an, ia serta Salim selalu bertukar pikiran perihal kaitan Islam dengan negara demi masa depan pemerintahan Indonesia yang di pimpin Soekarno. Pada 20 Oktober 1934, Natsir menikah dengan Nurnahar di Bandung. Dari pernikahan itu, Natsir dikaruniai enam anak. Natsir juga di ketahui banyak menguasai bahasa asing, seperti Inggris, Belanda, Perancis, Jerman, Arab, serta Spanyol. Natsir juga mempunyai kesamaan hoby serta mempunyai kedekatan dengan Douwes Dekker, yaitu bermain musik. Natsir sangat menyukai memainkan biola serta Dekker yang menyukai bermain gitar. Mohammad Natsir juga kerap bicara dengan menggunakan bahasa Belanda dengan Dekker serta kerap mengulas musik sekelas Ludwig van Beethoven serta novel sekelas Boris Leonidovich Pasternak, novelis kenamaan Rusia pada saat itu. Kedekatannya dengan Dekker, mengakibatkan Dekker ingin masuk Masyumi. Ide-ide Natsir dengan Dekker perihal perjuangan, demokrasi, serta keadilan memanglah searah dengan Natsir.

Di tahun 1938, ia kemudian bergabung dengan Partai Islam Indonesia, serta diangkat menjadi pimpinan untuk cabang Bandung dari tahun 1940 hingga 1942. Ia juga bekerja dengan posisi sebagai Kepala Biro Pendidikan Bandung hingga 1945. Sepanjang pendudukan Jepang, ia memilih bergabung dengan Majelis Islam A'la Indonesia (Yang kemudian menjadi Majelis Syuro Muslimin Indonesia atau Masyumi),
 
serta diangkat sebagai ketua dari 1945 hingga saat Masyumi serta Partai Sosialis Indonesia dibubarkan oleh Presiden Soekarno pada tahun 1960. Sesudah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, ia kemudian menjadi anggota Komite Nasional Indonesia Pusat. Sebelum diangkat sebagai perdana menteri, sebelumnya Mohammad Natsir menjabat sebagai menteri penerangan.

Pada tanggal 3 April 1950, ia mengajukan Mosi Integral Natsir dalam sidang pleno parlemen. Mohammad Hatta yang menjabat sebagai Wakil Presiden Indonesia pada waktu itu mendorong keseluruhan pihak untuk berjuang dengan tertib dan sangat merasa terbantu dengan adanya mosi ini. Mosi ini memulihkan keutuhan bangsa Indonesia dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia yang pada mulanya berupa serikat, hingga kemudian Mohammad Natsir diangkat sebagai perdana menteri oleh Presiden Soekarno pada 17 Agustus 1950. Mohammad Natsir kemudian mengkritik Soekarno bahwasanya dia kurang mencermati kesejahteraan diluar Pulau Jawa. Lantaran kritiknya ini yang dilancarkan kepada soekarno hingga akhirnya Mohammad Natsir mengundurkan diri.

Pemerintah Indonesia waktu itu, baik yang di pimpin oleh Soekarno ataupun Soeharto, keduanya sama-sama menuding Mohammad Natsir sebagai pemberontak serta pembangkang, dari tudingan itu membuatnya dipenjarakan. Oleh negara-negara lain, Natsir benar-benar dihormati serta dihargai, penghargaan yang dianugerahkan kepadanya pun amat banyak. Mohammad Natsir diakui oleh Dunia Islam sebagai pahlawan lintas bangsa serta negara. Bruce Lawrence mengatakan bahwasanya Natsir adalah politisi yang paling menonjol yang membantu pembaruan Islam. Di tahun 1957, Mohammad Natsir menerima bintang Nichan Istikhar (Grand Gordon) dari Raja Tunisia, Lamine Bey atas jasanya menolong perjuangan kemerdekaan rakyat Afrika Utara. Penghargaan internasional yang lain yakni Jaa-izatul Malik Faisal al-Alamiyah pada di tahun 1980, serta penghargaan dari sebagian ulama serta pemikir populer seperti Syekh Abul Hasan Ali an-Nadwi serta Abul A'la Maududi.  
 
Pada tahun 1980, Natsir dianugerahi penghargaan Faisal Award dari Raja Fahd Arab Saudi lewat Yayasan Raja Faisal di Riyadh, Arab Saudi. Ia memperoleh gelar doktor kehormatan dalam bidang politik Islam dari Kampus Islam Libanon pada tahun 1967. Pada tahun 1991, ia kemudian memperoleh dua gelar kehormatan, yakni dalam bidang sastra dari Universitas Kebangsaan Malaysia serta dalam bidang pemikiran Islam dari Universitas Sains Malaysia. Mohammad Natsir wafat pada 6 Februari 1993 di Jakarta, serta dimakamkan satu hari kemudian. Soeharto enggan memberikan gelar pahlawan pada salah satu " bapak bangsa " ini. Kemudian pada masa pemerintahan B. J. Habibie, dia diberi penghargaan Bintang Republik Indonesia Adipradana.

Sepanjang hidupnya Mohammad Natsir dikenal tidak mempunyai pakaian bagus, jasnya pun banyak tambalan. Dia dikenang sebagai menteri yang tidak mempunyai rumah serta menampik di beri hadiah mobil elegan. Mohammad Natsir disebutkan menampik mobil Chevrolet Impala ketika diberikan. Walau sebenarnya, di tempat tinggalnya dia cuma mempunyai mobil tua merk De Soto. Itulah Artikel mengenai biografi Mohammad Natsir yang dikenal sebagai pahlawan bangsa Indonesia dan juga Tokoh penting dalam sejarah bangsa Indonesia. Semoga Biograi ini bisa bermanfaat dan memberi inspirasi bagi Pembaca.



HUM BALE BALE BALE HUM BALE BALE -2X
HUM BALE BALE BALE HUM NETRI - 2X
WE RAE WE ARE PASKIB NETRI
WE ARE WE ARE PASKIB NETRI
INILAH KAMI DATANG UNTUK MENGHANCURKANMU
SUDAHKAH KAU SIAPKAN MENTAL DAN FISIK KAMU
PULANGLAH KE ASALMU DARI PADA NANTI MALU
WE ARE WE ARE PASKIB NETRI 
WE ARE WE ARE PASKIB NETRI

Paskibraka adalah singkatan dari Pasukan Pengibar Bendera Pusaka dengan tugas utamanya mengibarkan duplikat bendera pusaka dalam upacara peringatan proklamasi kemerdekaan Indonesia di 3 tempat, yakni tingkat Kabupaten/Kota (Kantor Bupati/Walikota), Provinsi (Kantor Gubernur), dan Nasional (Istana Negara). Anggotanya berasal dari pelajar SLTA Sederajat kelas 1 ATAU 2. Penyeleksian anggotanya biasanya dilakukan sekitar bulan April untuk persiapan pengibaran pada 17 Agustus

Lambang

Lambang dari organisasi paskibraka adalah bunga teratai
   *tiga helai daun yang tumbuh ke atas: artinya paskibra harus belajar, bekerja, dan berbakti
   * tiga helai daun yang tumbuh mendatar/samping: artinya seorang pakibra harus aktif, disiplin, dan         bergembira.

Sejarah
   Gagasan Paskibraka lahir pada tahun 1946, pada saat ibukota Indonesia dipindahkan ke Yogyakarta. Memperingati HUT Proklamasi Kemerdekaan RI yang ke-1, Presiden Soekarno memerintahkan salah satu ajudannya, Mayor (Laut) Husein Mutahar, untuk menyiapkan pengibaran bendera pusaka di halaman Istana Gedung Agung Yogyakarta. Pada saat itulah, di benak Mutahar terlintas suatu gagasan bahwa sebaiknya pengibaran bendera pusaka dilakukan oleh para pemuda dari seluruh penjuru Tanah Air, karena mereka adalah generasi penerus perjuangan bangsa yang bertugas.

   Tetapi, karena gagasan itu tidak mungkin terlaksana, maka Mutahar hanya bisa menghadirkan lima orang pemuda (3 putra dan 2 putri) yang berasal dari berbagai daerah dan kebertulan sedang berada di Yogyakarta. Lima orang tersebut melambangkan Pancasila. Sejak itu, sampai tahun 1949, pengibaran bendera di Yogyakarta tetap dilaksanakan dengan cara yang sama.

   Ketika Ibukota dikembalikan ke Jakarta pada tahun 1950, Mutahar tidak lagi menangani pengibaran bendera pusaka. Pengibaran bendera pusaka pada setiap 17 Agustus di Istana Merdeka dilaksanakan oleh Rumah Tangga Kepresidenan sampai tahun 1966. Selama periode itu, para pengibar bendera diambil dari para pelajar dan mahasiswa yang ada di Jakarta.

   Tahun 1967, Husein Mutahar dipanggil presiden saat itu, Soekarno, untuk menangani lagi masalah pengibaran bendera pusaka. Dengan ide dasar dari pelaksanaan tahun 1946 di Yogyakarta, beliau kemudian mengembangkan lagi formasi pengibaran menjadi 3 kelompok yang dinamai sesuai jumlah anggotanya, yaitu:

    Kelompok 17 / pengiring (pemandu),
    Kelompok 8 / pembawa (inti),
    Kelompok 45 / pengawal.

   Jumlah tersebut merupakan simbol dari tanggal Proklamasi Kemerdekaan RI, 17 Agustus 1945 (17-8-45). Pada waktu itu dengan situasi kondisi yang ada, Mutahar hanya melibatkan putra daerah yang ada di Jakarta dan menjadi anggota Pandu/Pramuka untuk melaksanakan tugas pengibaran bendera pusaka. Rencana semula, untuk kelompok 45 (pengawal) akan terdiri dari para mahasiswa AKABRI (Generasi Muda ABRI) namun tidak dapat dilaksanakan. Usul lain menggunakan anggota pasukan khusus ABRI (seperti RPKAD, PGT, marinir, dan Brimob) juga tidak mudah. Akhirnya diambil dari Pasukan Pengawal Presiden (PASWALPRES) yang mudah dihubungi karena mereka bertugas di Istana Negara Jakarta.

   Mulai tanggal 17 Agustus 1968, petugas pengibar bendera pusaka adalah para pemuda utusan provinsi. Tetapi karena belum seluruh provinsi mengirimkan utusan sehingga masih harus ditambah oleh ex-anggota pasukan tahun 1967.

   Pada tanggal 5 Agustus 1969, di Istana Negara Jakarta berlangsung upacara penyerahan duplikat Bendera Pusaka Merah Putih dan reproduksi Naskah Proklamasi oleh Suharto kepada Gubernur/Kepala Daerah Tingkat I seluruh Indonesia. Bendera duplikat (yang terdiri dari 6 carik kain) mulai dikibarkan menggantikan Bendera Pusaka pada peringatan Hari Ulang Tahun Proklamasi Kemerdekaan RI tanggal 17 Agustus 1969 di Istana Merdeka Jakarta, sedangkan Bendera Pusaka bertugas mengantar dan menjemput bendera duplikat yang dikibar/diturunkan. Mulai tahun 1969 itu, anggota pengibar bendera pusaka adalah para remaja siswa SLTA se-tanah air Indonesia yang merupakan utusan dari seluruh provinsi di Indonesia, dan tiap provinsi diwakili oleh sepasang remaja.

I   stilah yang digunakan dari tahun 1967 sampai tahun 1972 masih "Pasukan Pengerek Bendera Pusaka". Baru pada tahun 1973, Idik Sulaeman melontarkan suatu nama untuk Pengibar Bendera Pusaka dengan sebutan PASKIBRAKA. PAS berasal dari PASukan, KIB berasal dari KIBar mengandung pengertian pengibar, RA berarti bendeRA dan KA berarti PusaKA. Mulai saat itu, anggota pengibar bendera pusaka disebut Paskibraka.

                                      

Pakaian Seragam PASKIBRAKA dulu dan sekarang

Saat Pengibaran bendera HUT RI pasti ada Paskibraka yang mengibarkan Bendera Pusaka. jika diperhatikan sesama seragam dan lambang yang mereka pakai memang lain dari seragam Paskibra biasa. serangkaian atribut dan seragam yang dipakai paskibraka sekarang ini mempunyai sejarah yang cukup unik untuk diceritakan.

Pada tahun 1973, Idik Sulaeman melahirkan nama Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka). Bukan itu saja, Idik juga menciptakan seluruh atribut yang sampai sekarang dapat dilihat dalam seragam Paskibraka. Atribut itu mulai dari pakaian seragamnya sendiri, sampai Lambang Anggota Paskibraka, Lambang Korps Paskibraka dan Tanda Pengukuhan. Sebelum tahun 1973, Paskibraka tidak mempunyai Lambang Anggota maupun Lambang Korps yang dapat dibanggakan. Berikut ini penjelasan tentang bentuk dan makna setiap atribut.

Sejak semula saat dimulai membentuk pasukan percobaan penggerek Bendera Pusaka tahun 1967, pakaian seragam pasukan ini ditetapkan putih-putih, sedangkan warna merahnya hanya digunakan sebagai aksen berupa kacu penutup leher bagian depan seperti biasa digunakan prajurit ABRI/TNI kalau menggunakan seragam lapangan upacara. Warna putih dipilih sebagai makna kesucian dalam melaksanakan tugas pokok mengibarkan dan menurunkan Bendera Pusaka Merah Putih. Sebelum tahun 1981, model pakaian seragam Paskibraka cukup sederhana, dan masih tampak penonjolan keremajaannya: Putra dengan kemeja putih lengan panjang yang bagian bawahnya dimasukkan ke celana panjang putih dengan ikat pinggang juga berwarna putih; Putri dengan kemeja lengan panjang dengan bagian bawah model jas. Tetapi setelah tahun 1981 dan seterusnya sampai sekarang, dengan alasan disamakan modelnya dengan seragam ABRI/TNI dari kelompok 45/pengawal, seragam Paskibraka mengalami perubahan. Paskibraka putra menggunakan kemeja model jas dengan gesper lebar dari kain, sementara Paskibraka putri tidak berubah. Dengan tampilan baru ini, Paskibraka memang kehilangan penampilan remajanya dan terlihat seperti orang dewasa.

Lambang Anggota PASKIBRAKA dulu dan sekarang

Lambang Anggota Paskibraka dikenakan di kelopak bahu baju berupa kontur warna perak di atas bulatan putih yang diletakkan pada segi empat berwarna hijau. Semula, pada kelopak bahu seragam Penggerek Bendera dikenakan lambang dengan tanda ciri pemuda dan Pramuka —karena kedua unsur inilah yang menjadi pendukung pasukan. Lambang untuk pemuda berupa “bintang segilima besar” sedangkan untuk Pramuka berupa “cikal kelapa kembar”. Namun, penggunaan “dua sejoli” lambang itu mendapat kritikan negatif dari sejumlah pihak yang “kurang” senang dengan keberhasilan dan popularitas pengibar bendera pusaka yang begitu cepat naik. "Bintang Polisi kok masih dipakai," kata satu pihak. "Lambang Pramuka tidak benar digunakan tanpa mengenakan seragam Pramuka!" seru yang lain pula. Itulah yang kemudian mendorong Idik Sulaeman merancang Lambang Anggota Paskibraka yang baru dan dapat menggambarkan siapa sebenarnya para anggota Paskibraka itu. Lambang anggota Paskibraka adalah setangkai bunga teratai yang mulai mekar dan dikelilingi oleh sebuah gelang rantai, yang mata rantainya berbentuk bulat dan belah ketupat. Mata rantai bulat berjumlah 16, begitu pula mata rantai belah ketupat. Bunga teratai yang tumbuh dari lumpur (tanah) dan berkembang di atas permukaan air bermakna bahwa Anggota Paskibraka adalah pemuda yang tumbuh dari bawah (orang biasa), dari tanah air yang sedang berkembang (mekar) dan membangun. Tiga helai kelopak bunga tumbuh ke atas bermakna “belajar, bekerja dan berbakti”, sedang tiga helai kelopak ke arah mendatar bermakna “aktif, disiplin dan gembira”. Mata rantai yang saling berkaitan melambangkan persaudaraan yang akrab antar sesama generasi muda Indonesia yang ada di berbagai pelosok (16 penjuru angin) tanah air. Rantai persaudaraan tanpa memandang asal suku, agama, status sosial dan golongan akan membentuk jalinan mata rantai persaudaraan sebangsa yang kokoh dan kuat, sehingga mampu menangkal bentuk pengaruh dari luar dan memperkuat ketahanan nasional, melalui jiwa dan semangat persatuan dan kesatuan yang telah tertanam dalam dada setiap anggota Paskibraka. Untuk mempersatukan korps, Paskibraka di tingkat nasional, provinsi dan kabupaten/kota ditandai dengan Lambang Korps yang sama. Untuk tingkat provinsi dan kabupaten/kota, Lambang Korps harus ditambahi dengan tanda lokasi terbentuknya pasukan. Sebelum tahun 1973, Lambang Korps Penggerek Bendera berupa lencana berbentuk perisai dari bahan logam kuningan dengan gambar sangat sederhana: di tengah bulatan terdapat bendera merah putih dan di luar lingkaran terpampang tulisan “PASUKANPENGEREK BENDERA PUSAKA”.

Lambang KORPS PASKIBRAKA

Sejak 1973 sampai sekarang, Lambang Korps Paskibraka dibuat dari kain bergambar atau bordir yang langsung dijahitkan di lengan kanan seragam. Bentuknya perisai berwarna hitam dengan garis pinggir dan huruf berwarna kuning yang bertuliskan ”PASUKAN PENGIBAR BENDERA PUSAKA” dan tahun pembentukan pasukan (di ujung bawah perisai). Di dalam perisai terdapat lingkaran bergambar sepasang anggota Paskibraka dilatarbelakangi Bendera merah putih yang berkibar ditiup angin dan tiga garis horison atau awan. Makna dari bentuk dan gambar Lambang Korps Paskibraka adalah sebagai berikut:
1. Bentuk perisai bermakna "siap bela negara" termasuk bangsa dan tanah air Indonesia, warna hitam bermakna teguh dan percaya diri.
2. Sepasang anggota Paskibraka bermakna Paskibraka terdiri dari anggota putra dan anggota putri yang dengan keteguhan hati bertekad untuk mengabdi dan berkarya bagi pembangunan Indonesia.
3. Bendera Merah Putih yang sedang berkibar adalah bendera kebangsaan dan utama Indonesia yang harus dijunjung tinggi seluruh bangsa Indonesia termasuk generasi mudanya, termasuk Paskibraka.
4. Garis horison atau awan tiga garis menunjukkan ada Paskibraka di tiga tingkat, yaitu nasional, provinsi dan kabupaten/kota.
5. Warna kuning berarti kebanggaan, keteladanan dalam hal perilaku dan sikap setiap anggota Paskibraka.

Tanda Pengukuhan - Kendit

TANDA PENGUKUHAN

Sebagai tanda berakhirnya Latihan Kepemimpinan Pemuda Tingkat Perintis/Pemuka (sebagaimana juga berakhirnya Latihan Kepemimpinan Pemuda/Kepemudaan tingkat lain) setiap peserta dikukuhkan oleh Penanggungjawab Latihan dengan pengucapan ”Ikrar Putera Indonesia” sambil memegang Sang Merah Putih dan kemudian menciumnya dengan menarik nafas panjang sebagai "kiasan" kesediaan untuk senantiasa setia dan membelanya. Tanda pengukuhan berupa kendit atau pita/sabuk dibuat dari kain. Kendit adalah tanda ksatria pada zaman dahulu yang mengikrarkan kesetiaannya kepada kerajaan. Sebagai pemegang kendit, para peserta latihan pun diharapkan memiliki sifat ksatria dalam pemikiran, perkataan dan perbuatannya seharihari. Awalnya, pada latihan untuk Pasukan pertama sampai keempat (1968–1971) kendit Tanda Pengukuhan masih polos dengan dua warna, masing-masing hijau untuk anggota pasukan dan ungu untuk para penatar/pembina. Karena kendit warna polos menyerupai sabuk kecakapan olahraga beladiri, maka oleh Idik Sulaeman disempurnakan menjadi kendit bermotif Motif tersebut berupa gambar rantai bulat dan belah ketupat seperti pada Lambang Anggota, dengan jumlah masing-masing 17 untuk rantai bulat dan rantai belah ketupat. Setiap mata rantai bulat maupun belah ketupat diisi dengan huruf yang membentuk kalimat ”PANDU INDONESIA BER-PANCASILA”.

Tanda Pengukuhan - MPG

Semula, ukuran lebar dan panjang kendit adalah 5 cm dan 17 dm, untuk melambangkan angka tanggal 17 (dari 17 Agustus 1945) dan 5 (jumlah sila dalam Pancasila). Namun, karena kesulitan teknik pencetakan motifnya, ukuran kendit baru dengan motif rantai dan huruf diubah menjadi lebar 5 cm dan panjang 14 dm (140 cm). Tanda pengukuhan berupa lencana digunakan untuk pemakaian harian. Sebelum 1973, lencana ini hanya berupa merah putih —tanpa gambar garuda— dengan ukuran tinggi 2 cm dan panjang 3 cm. Lencana yang dipakai sejak 1973 sampai saat ini berbentuk persegi berukuran tinggi 1,8 cm dan panjang 4 cm, dengan tanda merah-putih di sebelah kanan dan Garuda di sebelah kiri (dilihat dari sisi pemakainya, bukan dari depan). Ukuran lencana untuk Penatar (warna ungu) sedikit lebih kecil, yakni tinggi 1,5 cm dan panjang 3,5 cm. Warna dasar di belakang Garuda disesuaikan dengan jenis latihannya, atau dengan kata lain sama dengan warna dasar kenditnya.
Lambang organisasi PASKIBRA ialah Bunga Teratai.
 
ARTI DAN MAKNA LAMBANG PASKIBRA



      Teratai : pohonnya di air dan akarnya di tanah melambangkan cinta tanah air

     Tiga Mahkota : tiga sikap dasar

1.   Tanggap                     : mudah menerima

2.   Tanggon                     : tangguh dalam sikap mental

3.   Trenggonas                  : tangguh dalam menerima apapun.

     Tiga Kelopak : ciri dari paskibra

1.    Belajar

2.    Berlatih

3.    Bekerja

16 Pasang Mata Rantai : menunjukkan 16 arah mata angin yang berarti bahwa anggota paskibra berasal dari seluruh pelosok tanah air.

1.    Lingkaran                : melambangkan putri

2.    Belah ketupat            : melambangkan putra

3.    Lingkaran Luar           : menunjukkan satu kesatuan

MAKNA LAMBANG KORPS PASKIBRAKA



    Untuk mempersatukan korps, untuk Paskibraka Nasional, Propinsi, dan Kabupaten / Kotamadya ditandai oleh lambang korps yang sama, dengan tambahan tanda lokasi terbentuknya pasukan.
    Lambang Korps Paskibraka sejak tahun 1973, dengan perisai berwarna hitam dengan garis pinggir dan huruf berwarna kuning : PASUKAN PENGIBAR BENDERA PUSAKA dan TAHUN 19 … (diujung bawah perisai) berisi gambar (dalam bulatan putih) sepasang anggota Paskibraka dilatar belakangi oleh Bendera Merah Putih yang berkibar ditiup angin dan 3 (tiga) garis horizon atau awan.


Makna dari bentuk dan gambar tersebut adalah;

    Bentuk perisai bermakna “Siap bela negara” termasuk bangsa dan tanah air Indonesia, warna hitam bermakna teguh dan percaya diri.

    Sepasang anggota Paskibraka bermakna bahwa Paskibraka terdiri dari anggota putra dan anggota putri yang dengan keteguhan hati bertekad untuk mengabdi dan berkarya bagi pembangunan Indonesia.
    Bendera Merah Putih yang sedang berkibar adalah bendera kebangsaan dan utama Indonesia yang harus dijunjung tinggi seluruh bangsa Indonesia termasuk generasi mudanya, termasuk Paskibraka.
    Garis Horizon atau 3 (tiga) garis menunjukan ada Paskibraka di 3 (tiga) tingkat, yaitu Nasional, provinsi, dan Kabupaten / Kotamadya.
    Warna kuning berarti kebanggaan, keteladanan dalam hal perilaku dan sikap setiap anggota Paskibraka.

    Sikap Dan Sifat Seorang Paskibra

    Kepemimpinan
Kepemimpinan artinya adalah kegiatan seseorang untuk mempengaruhi seseorang atau sekelompok orang untuk mencapai tujuannya.

 Bagaimana cara mempengaruhinya?

Yaitu dengan memberikan contoh atau panutan dalam kehidupan sehari-hari, dengan membangkitkan semangat para bawahannya, kemudian dengan memberikan dorongan dengan pengarahan dan perbuatan.

Hal ini sesuai dengan sistem kepemimpinan nasional di Indonesia yang menganut sistem among, yaitu :

1. Ing ngarso sung tulodo, yang berarti berada di depan sebagai pemimpin dan panutan bagi bawahannya;

2. Ing madya mangun karso, yang berarti berada di tengah yang dapat membangun kemauan bawahannya;

3. Tut wuri handayani, yang berarti berada di belakang yang dapat mendorong bawahannya dengan motivasi agar dapat berusaha lagi dan maju.

Hal-hal apa saja yang harus kita miliki agar dapat mempengaruhi orang lain?

Yaitu dengan cara :

1. Memiliki keimanan dan ketaqwaan pada Allah SWT yang kuat;

2. Memiliki kepercayaan diri;

3. Memiliki penampilan (performance) yang baik dan menarik;

4. Memiliki wawasan yang luas;

5. Memiliki kemampuan mengelola/mengurus (manajemen);

6. Menguasai teknik, taktik, strategi, dan politik;

7. Memiliki kemampuan melindungi setiap orang; dan

8. Memiliki delapan sikap mental sehat :

a. Pandai menyesuaikan diri;

b. Merasa puas atas hasil karya sendiri;

c. Lebih suka memberi dari pada menerima;

d. Realtif bebas dari ketegangan dan keresahan;

e. Suka membantu dan menyenangkan orang lain;

f. Dapat mengambil hikmah dari kegagalan;

g. Dapat mengambil penyelesaian yang konstruktif; dan

h. Dapat mengembangkan kasih sayang.

Selain itu, pemimpin yang indah adalah pemimpin yang mempunyai inisiatif dan mentalitas yang tinggi, kreatif, konstruktif, dan memiliki konsepsual yang dapat mencerna masalah.

Seorang pemimpin juga harus kritis, yaitu memiliki kemampuan dan keberanian dalam meluruskan masalah; meteorologis, yaitu dapat mengambil jarak; serta logis, yaitu sesuai dengan peraturan dan rasional.

Elemen yang harus ada dalam kepemimpinan, yaitu :

1. Leader (pemimpin);

2. Follower (sekelompok orang yang mengikuti pemimpin); dan

3. Leadership (jiwa memimpin, manajemen, administrasi, pengetahuan, dan sebagainya).

Yang perlu diingat adalah, bahwa pemimpin itu bukanlah suatu jabatan, melainkan kemampuan.

Profesionalisme
Profesionalisme adalah paham yang mengajukan bahwa setiap pekerjaan harus dilakukan oleh orang yang profesional. Sedangkan pengertian profesi adalah suatu jabatan atau pekerjaan yang dikerjakan seseorang. Profesional adalah suatu keahlian, kompetensi atau kualitas yang dimiliki seseorang dalam melaksanakan profesinya atau pekerjaannya.

Tiga syarat profesional, yaitu :

1. Adanya keahlian;

2. Tanggung jawab;

3. Kejawatan.

Ciri-ciri profesional, antara lain :

1. Memahami karakteristik obyek;

2. Memiliki keterampilan khusus;

3. Memiliki keahlian di bidangnya;

4. Motivasi tinggi;

5. Kreativitas yang tinggi;

6. Berdisiplin;

7. Mandiri;

8. Mampu mengisi lowongan kerja sesuai pembangunan dan menciptakan kerja baik untuk dirinya maupun orang lain.

 

PERATURAN TATA TERTIB UNTUK SEORANG PASKIBRA
    Belajar untuk membagi waktu, serta dapat mengutamakan kegiatan BELAJAR pelajaran sekolah.
    Mengadakan konsultasi apabila menghadapi permasalahan terutama menyangkut keaktifannya di PASKIBRA dengan kegiatan lainnya terutama kegiatan BELAJAR.
    Tetap berdisiplin dalam sikap dan tingkah laku baik di lingkungan rumah/keluarga, lingkungan sekolah dan lingkungan masyarakat.
    Untuk Putra rambut dipotong minimal 1 bulan sekali sedang untuk Putri yang berambut panjang/tidak, rambut tetap diikat / dirapikan serta rambut tidak dicat/warna rambut asli.(hitam)
    Dilarang menggunakan sandal jepit kemanapun akan pergi, kecuali di rumah dan tidak muncul dihadapan umum, Apalagi bepergian ke sekolah, rumah orang lain, kantor, dll.
    Harus tetap sigap apabila menghadap atau bertemu dengan teman yang lebih tua (kakak kelas / senior / Pelatih / Pembina).
     Harus dapat menerapkan tata cara penghormatan di dalam kehidupan sehari-hari, yang sudah jelas kepada orang yang lebih tua (Orang tua di rumah, Guru, Pelatih, Pembina, kakak kelas).
    Tetap mengandalkan kritik membangun dan dapat menerima keterbukaan dalam menyelasaikan suatu permasalahan.
    Selalu memberitahukan ketidak hadirannya dalam latihan di sekolah, LATGAB, dan kegiatan lainnya yang berhubungan dengan kegiatan PASKIBRA.
    Tetap tegas dalam memberikan keputusan dan tingkah laku sehari-hari
    Selalu memperhatikan penampilan / pakaian untuk latihan atau kegiatan-kegiatan variatif lainnya baik dilingkungan keluarga, sekolah ataupun masyarakat.
    Selalu mengutamakan kerapihan pakaian dan tata kramanya.
    Setiap anggota selalu sebagai teladan, baik bagi teman-teman di sekolah, di rumah dan di masyarakat.
    Setiap anggota wajib mentaati dan melaksanakan tata tertib ini.

BENTUK-BENTUK KENAKALAN YANG TIDAK BOLEH DIKERJAKAN

   * Pergi tidak pamit atau tanpa izin dari orang tua / wali.
   * Menentang orang tua atau wali.
   * Tidak sopan terhadap orang tua/wali atau pengasuh, keluarga, guru atau orang lain yang lebih tua.
   *Menjelekkan nama baik orang tua / keluarga.
   *Suka berbohong.
  *Memiliki atau menggunakan alat-alat yang dapat membahayakan dirinya atau orang lain yang tidak diperuntukkan baginya.
   *Berpakaian tidak senonoh.
  *Menghias diri secara tidak wajar, dan menimbulkan celaan masyarakat.
    *Suka keluyuran / keluar rumah tanpa tujuan yang jelas.
    *Membolos sekolah.
    *Menentang guru.
    *Berlaku tidak senonoh di hadapan umum.
    *Berkeliaran malam hari.
    *Bergaul dengan orang-orang yang reputasinya jelek.
   *Berada di tempat yang tidak baik bagi perkembangan jiwa remaja / terlarang untuk remaja.
  *Pesta-pesta musik semalam suntuk tanpa dikontrol, dan acara-acaranya tidak sesuai dengan kebiasaan sopan santun.
    *Membaca buku-buku yang isinya dapat merusak jiwa remaja.
     *Memasuki tempat-tempat yang membahayakan keselamatan jiwanya.
    *Berkebiasaan berbicara kotor, tak senonoh, cabul dihadapan seseorag atau dihapan umum.
    *Ramai-ramai menonton pertunjukkan, makan dan dengan sengaja tidak membayar.
   * Meminum-minuman keras.
   * Merokok di tempat umum sebelum batas umur yang pantas.
    *Melakukan perbuatan-perbuatan yang dapat mengganggu ketentraman umum.
     *Membuang kotoran-kotoran / sampah pada sembarang tempat.

Perform

video

Feature

Cat-5

Cat-6